BebasBanjir2015

Darrundono

Mustahil Jakarta Bebas Banjir

Oleh Dr Darrundono

Musim hujan datang. Jakarta tergenang, dan berdampak terhadap segenap kehidupan kota. Sosial, ekonomi, lingkungan semua kena dampaknya. Anak-anak tak dapat pergi ke sekolah. Pegawai, buruh, yang formal maupun yang informal, tak dapat pergi ke tempat kerja. Sebagian pedagang kaki lima, pedagang keliling juga tak dapat mencari nafkah. Permukiman di sepanjang daerah aliran sungai juga terendam air. Salah siapa? Cukupkah dengan jawaban karena Banjir Kanal Timur (BKT) belum selesai? Jawabnya: tidak!. Kalau itu dikatakan seorang pejabat tinggi, itu menunjukkan kemiskinan pengetahuannya tentang masalah Jakarta, atau membohongi publik.

BKT, kalau pun selesai, hanya mengurangi volume banjir di Jakarta. Banjir memang merupakan “langganan rutin”Jakarta. Namun volumenya makin besar. Terdapat beberapa penyebab banjir di Jakarra. Pertama, hujan lokal yang curahnya makin besar. Kedua, hujan kiriman dari daerah penyangga yang debitnya makin besar. Ketiga, muka air laut yang naik, terutama pada saat air pasang. Keempat, adanya penurunan permukaan tanah, sebagai dampak kurangnya pasokan air PAM yang hanya 49 persen dari kebutuhan kota, yang sisanya, 51 persen, mengandalkan air tanah, yang jumlahnya makin menipis. Kelima, perubahan ekosistem di dalam kota, karena pembangunan yang tidak memperhatikan fungsi lingkungan. Masih banyak lagi kalau ditulis secara rinci.

Bahasan secara garis besar sebagai berikut. Pertama, makin besarnya curah hujan lokal, akibat pemanasan global. Musim kering makin panas, dan kekurangan air, seperti terjadi tahun yang lalu. Musim hujan curahnya makin tinggi, di samping menyempitnya beberapa badan sungai, dan kurang cermatnya merancang tata air dalam kota.

Kejar PAD

Kedua, hujan kiriman yang makin besar debitnya, karena pembangunan perumahan (baca: pembangunan villa secara massal) dengan melalap lahan sawah, tegalan penyerap air sebesar 40 persen. Beberapa kawasan villa dibangun di atas lahan-lahan dengan topografi yang rentan terhadap longsor. Perubahan tata guna lahan ini, kecuali mengurangi daya serap tanah, juga berdampak berupa sedimen yang terbawa oleh sungai-sungai yang mengalir ke laut melalui Jakarta. Badan air di negara tropis adalah mudahnya timbul sedimen. Pembangunan villa secara`massal itu, dalam waktu kurang dari 10 tahun, pertumbuhannya di kawasan Bopunjur (Bogor, Puncak, Cianjur) sebesar 300 persen.

Mengejar pendapatan asli daerah menjadi tujuan para penentu kebijakan, atau ekonomi sentries, dan mengenyampingkan pertimbangan lingkungan.

Ketiga, pemanasan global juga mempengaruhi bumi ini dengan naiknya muka air laut. Air pasangpun naik, dan seperti menahan air dari darat yang mengalir ke laut. Bayangkan kalau rencana reklamasi Teluk Jakarta yang kontroversial itu jadi dilaksanakan “bendungan air pasang” akan menahan air sungai yang berjumlah 13 itu mengalir ke laut.

Keempat, turunnya akuafer, air tanah, kecuali penyedotan di daerah perkotaan, juga kurangnya pasokan dari wilayah penyangga, karena banyaknya pembangunan perumahan, pengurangan peresapan ke cadangan air untuk akuafer. Pembangunan perumahan di sekitar Jabotabek, juga banyak di atas kawasan penyerapan air. Belum lagi banyaknya situ-situ yang sudah beralih peruntukan, atau tidak pernah diadakan pengerukan.

Penurunan air tanah, berdampak pada penurunan muka tanah. Di Jakarta, kecuali Jakarta Selatan, telah terjadi penurunan tanah. Beberapa kawasan pantai di Jakarta Utara mengalami penurunan tanah sebesar 50 Cm. Penyedotan air tanah secara besar-besaran juga berdampak berupa entrusi air laut yang sudah mencapai 11 KM dari garis pantai. Kelima, perubahan ekosistem dari lingkungan alam ke lingkungan buatan, yang terjadi tidak saja di wilayah penyangga, tetapi juga (terutama) di dalam kota, disebabkan lemahnya penataan ruang kota. Asas pembangunan kota bernuansa ekonomi sebagai panglima. Dapat dilIhat menjamurnya bangunan-bangunan superblock, yang menyelimuti muka tanah dengan bahan tidak menyerap air, dan pelestarian fungsi lingkungan tidak diperhitungkan secara cermat. Peruntukan tanah yang dirancang sendiri oleh pemerintah kota, diubah demi pertumbuhan ekonomi. PAD lagi yang dkejar. Aspek sosial dan lingkungan dikesampingkan. Ruang hijau, baik yang terbuka (contoh terburuk Hutan Lindung Kapuk), maupun yang tertutup (Kuburan Mangga Dua, Tanah Abang, Blok P, dll) telah berubah menjadi mal dan gedung walikota.

Menangani masalah banjir di atas, dapatkah dikatakan karena belum selesainya BKT saja sebagai penyebab banjir? Yang terkena banjir bukan hanya Jakarta Timur. Dibandingkan dengan bangunan-bangunan mewah yang bertebaran di dalam Kota Jakarta, adakah upaya pemerintah kota yang lain, seperti memperbesar kapasitas situ-situ, menambah situ-situ buatan, pengelolaan DAS sejak dari hulu, dengan bekerjasama dengan wilayah penyangga? Adakah konsisten terhadap rencana tata ruang yang telah disusun dan disepakati sebagai acuan pelaksanaan pembangunan?

Setiap terjadi bencana perkotaan, khususnya banjir, masyarakat berpendapatan rendah (MBR) yang paling menderita. Apa dan seperti apa rencana kota, ujung-ujungnya adalah pengelolaan lingkungan. Sedang pembangunan berkelanjutan adalah yang berasaskan aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan. Banjir hanya salah satu dari bencana perkotaan.di Jakarta. Semua ini ujung-ujungnya manajemen perkotaan. Biarkan masyarakat, khususnya warga Jakarta menilai, apakah pembangunan Jakarta dalam kurun 10 tahun ini mencerminkan pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Biarkan masyarakat umum menilai, apakah pemerintah Kota Jakarta sekarang ini mencerminkan tata pemerintahan yang baik.

Masih ada jalan keluar, kalau elite politik, baik eksekutif maupun legaslatif, mau belajar dari pengalaman. Pelajaran untuk Pilkada dan Pemilu yang akan datang, pejabat publik tidak asal tahu politik saja. Pengabdian dan integritas terhadap seluruh warga kota, terutama MBR harus diutamakan. Semoga.
————————————————————
Penulis pemerhati masalah perkotaan
Sumber: Sinar Harapan, 05 Februari 2007

3 Komentar »

  1. bagusssss artikelnya

    Komentar oleh Ganis — September 12, 2013 @ 9:08 pm

  2. Makasih… Bantu Buat Tugas

    Komentar oleh Anonim — Maret 3, 2014 @ 10:19 pm

  3. terima kasih artikel nya sangat membantu

    Komentar oleh hepatitis b — November 6, 2015 @ 2:14 pm


RSS feed for comments on this post. TrackBack URI

Tinggalkan komentar

Blog di WordPress.com.