BebasBanjir2015

Ahmad Tusi

MODEL AREAL RESAPAN AIR SEBAGAI UPAYA PENANGGULANGAN BANJIR KOTA BANDAR LAMPUNG (Ringkasan)

(Ahmad Tusi dan Moh. Amin)

Pertumbuhan kota dapat ditunjukkan dengan peningkatan jumlah dan kepadatan penduduk yang tidak seimbang dengan ketersediaan lahan yang ada, sehingga luasan areal terbangun menjadi semakin bertambah. Pengurangan jumlah areal terbuka sebagai areal resapan air di Bandarlampung akan mengakibatkan air hujan yang jatuh di daerah tersebut tidak dapat terinfiltrasi tetapi akan menyebabkan
peningkatan jumlah air limpasan (runoff), sedangkan kemampuan saluran drainase sebagai penampung air limpasan sangat terbatas sehingga memacu kejadian banjir di Bandarlampung yang semakin parah.

Pada penelitian ini akan dirumuskan beberapa model resapan air yang dapat dikembangkan untuk kota Bandarlampung. Model ini juga merancang atau memperhitungkan persentase (%) air yang dapat masuk ke dalam tanah, sehingga dapat dihitung berapa % air hujan yang dapat meresap ke dalam tanah dan berapa %
dapat mengurangi aliran permukaan atau banjir di daerah bawah.

Daerah-daerah di Kota Bandar Lampung yang paling banyak mengalami anjir adalah Telukbetung (baik Barat, Utara, dan Selatan) sebanyak 25 lokasi dengan luas banjir 28,12 ha, Panjang sebanyak 6 lokasi dengan total luas banjir 10 ha, Tanjungkarang (Pusat dan Timur) dan Sukarame masing-masing 5 lokasi dengan luas banjir 15, 23 ha dan 41 ha.

Kecamatan Tanjungkarang Pusat berapa di tengah kota bagian atas dan merupakan pusat kegiatan kota sehingga kecamatan ini merupakan kawasan tertutup sangat tinggi hingga mencapai 78,35%, sedangkan Kecamatan Telukbetung Selatan merupakan daerah yang terletak di bagian bawah kota Bandar Lampung (tepatnya dekat dengan Teluk lampung) dan juga merupakan pusat perniagaan dengan kawasan tertutup mencapai 65,86%.

Berdasarkan hasil perhitungan nilai resapan air, yang dihitung dengan menggunakan data hasil pengukuran Badan Pertanahan Nasional tahun 2002 dan menggunakan nilai koefisien resapan (c) gabungan dapat dilihat bahwa Kecamatan Tanjungkarang Pusat merupakan daerah yang memiliki kemampuan untuk meresapkan air kedalam tanah paling kecil, yaitu hanya 8,4% dan jumlah hujan yang jatuh atau 924.261,5 m3/tahun kemudian pada tempat kedua dan ketiga adalah Teluk Betung Selatan dan Kedaton dengan porsentase resapan air sebesar 15,2% dan 16,5%.

Sedangkan nilai resapan rata-rata resapan air di Kota Bandar Lampung sebesar 36% atau 10.322.602,5 m3/tahun dari jumlah hujan yang jatuh per tahun.

Kecamatan Panjang dan Telukbetung Barat merupakan daerah yang memiliki nilai Iap di atas 50%, hal ini disebabkan karena daerah ini terletak di daerah berbukit dan merupakan kawasan konservasi di kota Bandar Lampung. Hal ini membuktikan bahwa nilai porsentase kemampuan suatu wilayah untuk meresapkan air hujan yang jatuh di daerah (Iap) tersebut dipengaruhi oleh penggunaan lahan di daerah tersebut.

Kecamatan Tanjungkarang Pusat dan Teluk Betung Selatan merupakan daerah pusat kota dan perniagaan, maka nilai Iap pada daerah tersebut memiliki nilai yang kecil sekali bila dibandingkan dengan kecamatan-kecamatan yang lain.

Model resapan air buatan yang dapat dikembangkan untuk daerah perkotaan seperti kota Bandar Lampung adalah Sumur Resapan, Saluran Porus, dan Lubang Resapan Biopori. Total volume air aliran permukaan di Kota Bandar Lampung sebanyak 17,38 juta m3 dapat dikurangi kuantitas dengan sumur resapan dan saluran
porus sebanyak 1,65 juta m3 dan dengan Lubang Resapan Biopori (LRB) sebanyak 754.437 m3. Jadi secara keseluruhan volume air hujan yang mampu dikendalikan sebanyak 13,8% dan sisanya akan dikendalikan dengan beberapa altematif lain.
(Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Dilaksanakan b e r d a s a r k a n S u r a t P e r j a n j i a n P e l a k s a n a a n P e n e l i t i a n Nomor : 003/SP2H/PP/DP2M/I11/2007 Tanggal 29 Maret 2007)

PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN DAN PEMANENAN AIR HUJAN SEBAGAI WUJUD PERAN SERTA MASYARAKATDALAM PENGENDALIAN BANJIR

Ahmad Tusi

ABSTRAKSI
Permasalahan lingkungan yang sering dijumpai di negara kita pada saat ini adalah terjadinya banjir pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau. Selain itu, terjadi pula penurunan permukaan airtanah di beberapa tempat. Hal ini disebabkan adanya penurunan kemampuan tanah untuk meresapkan air sebagai akibat adanya peruhahan lingkungan yang m erupakan dampak dari proses pembangunan.

Salah satu upaya untuk meningkatkan kemampuan tanah meresapkan air hujan ialah pembuatan sumur resapan dan pemanenan air hujan. Dengan sumur resapan air hujan akan ditampung dan diresapkan ke dalam tanah sehingga dapat mengurangi aliran permukaan (run off) dan memperbaiki permukaan tanah. Pembuatan instalasi pemanenan air hujan akan membantu masyarakat perkotaan untuk menggumakan alternatif air yang lebih bersih dari pada menggunakan airtanah dan air permukaan yang telah tercemar oleh
limbah domestik dan industri, serta bakteri coli. Manfaat yang dapat diharapkan akan diperoleh melalui pembuatan sumur resapan dam pemanenan air hujan ini, yaitu pemenuhan kebutuhan air sekunder dan memperkecil beban drainase mikro maupun makro.

Kata Kunci: banjir, kekeringan, aliran permukaan, sumur resapan,pemanenan air hujan.

I. PENDAHULUAN

Air adalah unsur kehidupan utama bagi umat manusia. Tetapi air juga dapat mcnjadi musuh dahsyat bagi manusia bila tidak ditata dengan baik sebagaimana dialami oleh banyak negara di dunia ini, termasuk Indonesia. Permasalahan lingkungan yang sering dijumpai di negara kita pada saat ini adalah terjadinya banjir pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau.

Air hujan tidak dapat mengalir oleh karena tidak beri cukup peluang, misalnya oleh urugan dan pembangunan pada alur-alur air (sungai), urugan pada cekungan tanah dalam dimana air dapat terkumpul (rawa, situ), dan pembuatan sudctan-sudetan sebagai langkah darurat. Dan berbagai macam penyebab lain, ditambah lagi dengan genangan yang diakibatkan oleh hujan di kota itu sendiri yang tidak diberi alur-alur
pembuangan (drainase) atau prasarana pembuangannya tidak memadai atau tidak terpelihara dengan baik. Maka sebagai akibat dari semua faktor ini, maka elevasi air meningkat dan air banjir melewati tanggul-tanggul saluran drainase. Peningkatan elevasi muka air ini bahkan dapat merambat ke arah hulu dan melimpah ke wilayah yang lebih tinggi dari hilir akibat efek back water.

Besar banjir yang terjadi tergantung dari besarnya curah hujan di suatu daerah, topografi, dan wujud dari wilayah, yang dilalui banjir sebelum air sampai dan meluap di daerah hilir yang merupakan daerah yang relatif landai, seperti DKI Jakarta. Seringkali kelandaian suatu wilayah disebut sebagai salah satu penyebab terjadinya banjir dimana-mana. Ini memang benar, akan tetapi justru karena kelandaian itulah kita harus lebih cermat dalam membuat sarana-sarana pengaturan dan pengendalian air serta dalam pembangunan pada umumnya.

Wujud upaya untuk membantu pengendalian banjir dan sekaligus mencakup memperbaiki (konservasi) airtanah, serta menekan laju erosi. Upaya yang dapat dilakukan adalah pembuatan sumur resapan yang belum maksimal pembauatannya di daerah perkotaan dan pedesaan dan pemanfaatan langsung air hujan, yang sebenarnya merupakan sumber air yang relatif lebih baik dibandingkan dengan sumber air
permukaan maupun airtanah dan tersedia dalam jumlah yang cukup.

Upaya konservasi yang dilakukan tersebut diharapkan secara tidak langsung akan membantu Pemerintah Daerah (Pemda) setempat dalam mengatasi permasalahan yang diakibatkan oleh banjir dan kekeringan.

II. SISTEM DRAINASE BERWAWASAN LINGKUNGAN

Munculnya konsepsi untuk menadah air hujan dan meresapkannya ke dalam lapisan tanah, segera mendapat sambutan positif dari segenap praktisi lingkungan, dan mendapat sebutan Sistem Drainase Berwawasan Lingkungan. Saat ini drainase, tidak hanya berfungsi untuk membebaskan daerah perkotaan dari serangan banjir, tetapi juga bertugas mengatasi pencemaran air tanah.

Salah satu sistem drainase berwawasan lingkungan untuk pengendalian air, baik mengatasi banjir dan kekeringan adalah melalui sumur resapan. Sumur resapan merupakan upaya memperbesar resapan air hujan ke dalam tanah dan memperkecil aliran permukaan sebagai penyebab banjir.

Upaya ini akan berfungsi bila semua warga masyarakat sadar dan mau menerapkannya. Peran sumur resapan akan tidak berarti bila hanya beberapa pcnduduk saja yang menerapkan. Dapat dibayangkan bila setiap penduduk suatu kawasan yang memiliki sejuta bangunan mampu menerapkan sumur resapan.

Masing-masing mampu meresapkan air satu kubik. Dengan demikian sejuta kubik air akan masuk ke dalam tanah. Kawasan terse but dapat terhindar dari bahaya banjir dan mampu mengurangi masalah kekeringan pada musim kemarau.

Beberapa manfaat sumur resapan, antara lain:

  • Pengendali banjir, banyak aliran permukaan yang dapat dikurangi melalui sumur resapan tergantung volume dan jumlah sumur resapan. Misalnya, sebuah kawasan yang jumlah rumahnya 1.000 buah, kalau masing-masing rumah membuat sumur resapan dengan volume 2 m3 berarti dapat mengurangi aliran permukaan sebesar 2.000 m3 air.
  • Konservasi airtanah, peresapan air mclalui sumur resapan sangat penting mengingat adanya perubahan tata guna tanah di permukaan bumi sebagai konsekuensi dari perkembangan pcnduduk dan perekonomian masyarakat. Perubahan tata guna tanah tersebut akan menurunkan kemampuan tanah untuk meresapkan air. Hal ini mengingat semakin banyak tanah yang tertutupi oleh tembok, beton, aspal, dan bangunan lainnya yang tentunya berdampak meningkatnya laju aliran permukaan.
    Penutupan permukaan tanah oleh permukiman dan fasilitas umum besar dampaknya bagiannya, berarti setiap kali turun hujan 30 mm akan ada 225.000 m3 air hujan yang tidak dapal meresap ke dalam tanah. Jumlah ini akan berkumpul dengan aliran permukaan dari kawasan lain pada lahan yang rendah sehingga dapat mengakibatkan banjir.
  • Menekan laju erosi, dengan adanya penurunan aliran pcrmukaan maka laju erosi pun akan menurun. Apabila aliran permukaan menurun, tanah-tanah yang tergerus dan terhanyut pun akan berkurang. Dampaknya, aliran permukaan air hujan kecil dan erosi pun akan kecil.

Dalam rencana pembuatan sumur resapan perlu dipertimbangkan faktor iklim, kondisi airtanah, kondisi tanah, tata guna tanah, dan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Faktor Iklim yang perlu dipertimbangkan adalah besarnya curah hujan, semakin besar curah hujan di suatu wilayah berarti semakin besar sumur resapan yang diperlukan. Kondisi permukaan airtanah yang dalam, sumur resapan perlu dibuat secara besar-besaran karena tanah benar-benar memerlukan suplai air melalui sumur resapan. . Sebaliknya pada lahan yang muka airnya dangkal, sumur resapan ini kurang efektif dan tidak akan berfungsi dengan baik. Terlebih pada daerah rawa dan pasang surut, karena daerah ini memerlukan saluran drainase.

Kondisi tanah sangat berpengaruh pada besar kecilnya daya resap tanah terhadap air hujan. Tanah berpasir dan porus lebih mampu merembeskan air hujan dengan cepat. Tabel 1 menyajikan hubungan antara beberapa tipe tekstur tanah dengan kecepatan infiltrasi.

Tataguna tanah akan berpengaruh terhadap porsentase air yang meresap ke dalam tanah dengan aliran permukaan. Lahan yang penduduknya padat dan banyak bangunan, sumur resapan harus dibuat lebih banyak dan lebih besar volumenya. Baik dengan sumur resapan individual atau dengan sumur resapan secara kolektif untuk beberapa rumah. Program pelestarian air melalui sumur resapan harus ditempuh
melalui pendekatan sosial ekonomi kemasyarakatan dan sosial budaya. Misalnya, dalam rangka meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat akan pentingnya pelestarian lingkungan, khususnya penerapan sumur resapan, dengan penyuluhan-penyuluhan intensif melalui metoda yang sesuai dengan kehidupan masyarakat tersebut.

III. UPAYA PEMANENAN AIR HUJAN

Upaya pemanenan air hujan di Indonesia selama ini hanya dikenal di kawasan-kawasan di mana pemanfaatan air permukaan maupun airtanah kurang memungkinkan. atau memerlukan upaya pemompaan air tanah dalam. Semestinya sebagai sumber air yang relatif kualitasnya masih jauh lebih baik dari air
permukaan dan airtanah untuk kawasan di jabodetabek. yang menurut beberapa penelitian terkini dinyatakan sudah mulai tercemar bakteri coli dapat dimanfaatkan dengan sistmm pemanenan air hujan yang sudah banyak diterapkan di negara-negara lain.

Kontribusi yang mampu diberikan oleh sebuah sistem pemanenan air hujan bagi masyarakat, dengan asumsi sebagai berikut :

  1. Setiap kepala keluarga (KK) rata-rata terdiri dari 4 jiwa
  2. Menggunakan data hujan daerah Dramaga, Bogor untuk curah hujan jam-jaman dari tahun 1985 – 2002. Intensitas hujan jam-jaman tersebut dipresentasikan dalam bentuk rumus intensitas hujan dengan perioda ulang 5 tahunan, yaitu : I = 9.497,072 / ( 43,101 + t ); dimana I = intensitas hujan (mm/jam) dan t : waktu konsentrasi (menit) ( Ahmad Tusi, 2003).
  3. Jumlah rumah permanen di Dramaga 10.194 unit dengan total luas daerah 24,06 ha.
    (Sumber: Kantor Pemberdayaan Masyarakat, 2001). Maka kepadatan rumah per ha adalah 423 rumah/ha. Rata-rata tipe rumah dalam 1 ha lahan adalah Tipe 21.
  4. Kebutuhan air untuk Tipe rumah 21 adalah 60 l/hari/orang.
  5. Atap rumah dengan sudut kemiringan 45 derajat dan panjang_kemiringan 5,648 m.

Waktu limpas permukaan (to) dari atap sebesar 1 menit dengan koefisien pengaliran 0,90 dan koefisien retensi (Cs) 0,8 (Hindarko,2000). Bila kecepatan di dalam talang air adalah 0,05 m/detik, maka:

waktu limpas saluran (tu) = panjang talang / kecepatan = 6 /0,05 = 120 detik = 2 menit.
Waktu konsentrasi (tc) = to + td = 1 + 2 = 3 menit. .
Intensitashujan =9.497,072/(43,101 +t) = 9.497,101 /(43,101 +3) = 206 mm/jam.

Luas atap = A = 5,648 x 6 =; 33,89 m2 = 0,003389 ha
Maka Q = 0,00278 x Cs x C x I x A = 0,00278 x 0,8 x 0,9 x 206 x 0,003389 = 0,001397 m3/det.
Rata-rata hujan di daerah Dramaga minimal berlangsung selama 10 menit atau 600 detik dalam sehari, jika peluang kejadian hujan dalam sebulan 60 % dan perhitungan kinerja pemanenan hujan selama musim hujan saja (6 bulan), maka limpasan hujan yang mampu ditampung adalah:
Volume = 0,001397 m3/det x 600 det x (6 bln x 60 % x 30 hari/bln) = 90,5 m3 .= 90.500 liter (selama musim hujan)

Kebutuhan air dalam 1 rumah ( 1 KK) dengan 4 orang jiwa adalah kebutuhan air selama musim hujan = 1 rumah x 4 orang/rumah x 60 l/hari/orang x (6 bln x 30 hari/bln) = 43.200 liter selama musim hujan). Jadi ada kelebihan air hasil pemanenan air hujan selama musim hujan sebesar 47.300 liter. Kelebihan ini bisa dipergunakan untuk mengahadapi musim kemarau dan kebutuhan sekunder lainnya, seperti : pertanian, berternak, dll.

Dari deskripsi mengenai pemanenan air hujan di atas, bahwa ada potensi yang cukup besar dari upaya pemanenan air hujan untuk memenuhi kebutuhan air masyarakat dan diharapkan dapat mengurangi laju air limpasan yang terjadi di permukaan lahan, erosi, dan bahkan untuk mengendalikan banjir pada musim penghujan.

IV. SIMPULAN DAN SARAN

  1. Pengembangan sumur resapan dapat membantu meredam puncak banjir dari daerah tangkapannya, apabila semua warga masyarakat sadar dan mau menerapkannya. Peran sumur resapan akan tidak berarti bila hanya beberapa penduduk saja yang menerapkan. Oleh karena perlu adanya program pelestarian air dengan Sumur resapan dengan pendekatan sosial kcmasyarakatan dan budaya
    masyarakat setempat.
  2. Upaya pemanenan air hujan perlu ditindak-lanjuti dengan kajian yang 1ebih mendalam, mengingat berdasarkan perhitungan yang sudah di1akukan. hal ini cukup memberikan harapan.

DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, S. 1976. Pengawetan Tanah dan Air. Departemen Ilmu Tanah. IPB. Bogor.
Hindarko, S. 2000. Drainase Perkotaan. Penerbit ES-HA. Jakarta.
Kusnadi. 2000. Sumur Resapan Untuk Pemukiman Perkotaan dan Pedesaan. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Soehoed, A.R. 2002. Banjir Ibukota : Tinjauan Historis & Pandangan ke Depan.
Penerbit Djambatan. Jakarta.
Tusi, A. 2003. Rancangan Sistem Drainase Di Areal Parkir Graha Widya Wisuda
Kampus IPB Dramaga, Bogor. Skripsi. Jurusan Teknik Pertanian-Fateta IPB. Bogor.

Ahmad Tusi, Staf Pengajar Jurusan Teknik Pertanian Universitas Lampung

Sumber: laecenter.com/jurnal/pengabdian/pemanenan%20air%20hujan.pdf

5 Komentar »

  1. terima kasih pada Bapak.. semoga tulisannya dapat dijadikan pegangan bagi yang menekuni ilmu SDA..

    Komentar oleh iswanhasan — Agustus 18, 2010 @ 9:23 pm

  2. Semoga ilmunya bermanfaat bagi bangsa ini khususnya saudara-saudara kita yang memang sering terlanda banjir bisa mengimplementasikannya, trim.

    Komentar oleh A. Risukunayang. KK — September 24, 2010 @ 12:50 pm

  3. Saya tertarik dengan ide yang bapak ungkapan. Jika boleh saya tahu, saat ini bapak bergerak di bidang apa?Karena mungkin bisa saya jadikan narasumber bagi berita banjir yang akan saya buat. Terima kasih. Mungkin bisa berkomunikasi via facebook atas nama: tina andi rianto.

    Komentar oleh Anonim — Oktober 21, 2011 @ 11:26 pm

  4. Pak Ahmad Tusi… perkenalkan nama saya Budi dari Bekasi. saya ingin berdiskusi banyak dengan Bapak untuk mendesain “water harvesting” berdasarkan data intensitas hujan daerah setempat untuk memudahkan pembuatan volume tangki dan grafik intensitas hujan yang ada. dimana saya bisa menghubungi Bapak? terima kasih untuk pengelola web Bebas Banjir 2025. salam

    Komentar oleh Budi — Oktober 22, 2011 @ 12:52 pm

  5. Wah… Sepertinya saya ingin segera konsultasi sama Pak Tusi… Saya tertarik tentang hal ini… Dan tulisan ini sudah sangat berguna… Hanya saja saya butuh lebih banyak bimbingan supaya lebih percaya diri ketika berusaha merealisasikan angan2 saya… Saya Ign. Hendra.. Terimakasih banyak Pak Tusi…

    Komentar oleh permana0074 — Desember 8, 2011 @ 8:16 am


RSS feed for comments on this post. TrackBack URI

Tinggalkan komentar

Buat situs web atau blog gratis di WordPress.com.