BebasBanjir2015

Partisipasi Masyarakat

Partisipasi Masyarakat

Pengertian Partisipasi Masyarakat

Menurut Cohen dan Uphoff (1977), yang diacu dalam Harahap (2001), partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam proses perencanaan dan pembuatan keputusan tentang apa yang dilakukan, dalam pelaksanaan program dan pengambilan keputusan untuk berkontribusi sumberdaya atau bekerjasama dalam organisasi atau kegiatan khusus, berbagi manfaat dari program pembangunan dan evaluasi program pembangunan.

Sedangkan menurut Ndraha (1990), diacu dalam Lugiarti (2004), partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan dapat dipilah meliputi; (1) partisipasi dalam / melalui kontak dengan pihak lain sebagai awal perubahan sosial, (2) partisipasi dalam memperhatikan / menyerap dan memberi tanggapan terhadap informasi, baik dalam arti menerima, menerima dengan syarat, maupun dalam arti menolaknya, (3) partisipasi dalam perencanaan termasuk pengambilan keputusan, (4) partisipasi dalam pelaksanaan operasional, (5) partisipasi dalam menerima, memelihara, dan mengembangkan hasil pembangunan, yaitu keterlibatan masyarakat dalam menilai tingkat pelaksanaan pembangunan.

Survey partisipasi oleh The International Association of Public Participation telah mengidentifikasi nilai inti partisipasi sebagai berikut (Delli Priscolli, 1997), yang diacu dalam Daniels dan Walker (2005):

  1. Masyarakat harus memiliki suara dalam keputusan tentang tindakan yang mempengaruhi kehidupan mereka.
  2. Partisipasi masyarakat meliputi jaminan bahwa kontribusi masyarakat akan mempengaruhi keputusan.
  3. Proses partisipasi masyarakat mengkomunikasikan dan memenuhi kebutuhan proses semua partisipan.
  4. Proses partisipasi masyarakat berupaya dan memfasilitasi keterlibatan mereka yang berpotensi untuk terpengaruh.
  5. Proses partisipasi masyarakat melibatkan partisipan dalam mendefinisikan bagaimana mereka berpartisipasi.
  6. Proses partisipasi masyarakat mengkomunikasikan kepada partisipan bagaimana input mereka digunakan atau tidak digunakan.
  7. Proses partisipasi masyarakat memberi partisipan informasi yang mereka butuhkan dengan cara bermakna.

Korten (1988) dalam pembahasannya tentang berbagai paradigma pembangunan mengungkapkan bahwa dalam paradigma pembangunan yang berpusat pada rakyat, partisipasi adalah proses pemberian peran kepada individu bukan hanya sebagai subyek melainkan sebagai aktor yang menetapkan tujuan, mengendalikan sumber daya dan mengarahkan proses yang mempengaruhi kehidupannya. Sedangkan Migley (1986) melihat partisipasi sebagai upaya memperkuat kapasitas individu dan masyarakat untuk mendorong mereka dalam menyelesaikan permasalan yang mereka hadapi.

Tjokrowinoto (1987), diacu dalam Hasibuan (2003), menyatakan alasan pembenar partisipasi masyarakat dalam pembangunan:

  1. Rakyat adalah fokus sentral dan tujuan akhir pembangunan, partisipasi merupakan akibat logis dari dalil tersebut.
  2. Partisipasi menimbulkan harga diri dan kemampuan pribadi untuk dapatturut serta dalam keputusan penting yang menyangkut masyarakat.
  3. Partisipasi menciptakan suatu lingkungan umpan balik arus informasi tentang sikap, aspirasi, kebutuhan, dan kondisi lokal yang tanpa keberadaannya akan tidak terungkap. Arus informasi ini tidak dapat dihindari untuk berhasilnya pembangunan.
  4. Pembangunan dilaksanakan lebih baik dengan dimulai dari dimana rakyat berada dan dari apa yang mereka miliki.
  5. Partisipasi memperluas wawasan penerima proyek pembangunan.
  6. Partisipasi akan memperluas jangkauan pelayanan pemerintah kepada seluruh lapisan masyarakat.
  7. Partisipasi menopang pembangunan
  8. Partisipasi menyediakan lingkungan yang kondusif baik bagi aktualisasi potensi manusia maupun pertumbuhan manusia
  9. Partisipasi merupakan lingkungan yang kondusif baik bagi aktualisasi potensi manusia maupun pertumbuhan manusia.
  10. Partisipasi merupakan cara yang efektif membangun kemampuan masyarakat untuk pengelolaan program pembangunan guna memenuhi kebutuhan lokal.
  11. Partisipasi dipandang sebagai pencerminan hak-hak demokratis individu untuk dilibatkan dalampembangunan mereka sendiri.

Keuntungan dan Kerugian Partisipasi Masyarakat

Dengan mengacu pada berbagai referensi (Anon, 2000; Blumenthal, 2000, Dovers, 2000; Kapoor, 2001; serta UNDP, 2000), Thomsen (2003) memaparkan keuntungan dan kerugian dari partisipasi masyarakat. Keuntungan dari partisipasi masyarakat adalah:

  1. Partisipasi memperluas basis pengetahuan dan representasi. Dengan mengajak masyarakat dengan spektrum yang lebih luas dalam proses pembuatan keputusan, maka partisipasi dapat: (a) meningkatkan representasi dari kelompok-kelompok komunitas, khususnya kelompok yang selama ini termarjinalisasikan, (b) membangun perspektif yang beragam yang berasal dari beragam stakeholders, (c) mengakomodir pengetahuan lokal, pengalaman, dan kreatifitas, sehingga memperluas kisaran ketersediaan pilihan alternatif.
  2. Partisipasi membantu terbangunannya transparansi komunikasi dan hubungan-hubungan kekuasaan di antara para stakeholders. Dengan melibatkan stakeholders dan berdiskusi dengan pihak-pihak yang akan menerima atau berpotensi menerima akibat dari suatu kegiatan / proyek, hal itu dapat menghindari ketidakpastian dan kesalahan interpretasi tentang suatu isu / masalah.
  3. Partisipasi dapat meningkatkan pendekatan iteratif dan siklikal dan menjamin bahwa solusi didasarkan pada pemahaman dan pengetahuan lokal. Dengan membuka kesempatan dalam proses pengambilan keputusan, maka para pembuat keputusan dapat memperluas pengalaman masyarakat dan akan memperoleh umpan balik dari kalangan yang lebih luas. Dengan demikian, kegiatan yang dilakukan akan lebih relevan dengan kepentingan masyarakat lokal dan akan lebih efektif.
  4. Partisipasi akan mendorong kepemilikan lokal, komitmen dan akuntabilitas. Pelibatan masyarakat lokal dapat membantu terciptanya hasil (outcomes) yang berkelanjutan dengan menfasilitasi kepemilikan masyarakat terhadap proyek dan menjamin bahwa aktivitas-aktivitas yang mengarah pada keberlanjutan akan terus berlangsung. Hasil yang diperoleh dari usaha-usaha kolaboratif lebih mungkin untuk diterima oleh seluruh stakeholders.
  5. Partisipasi dapat membangun kapasitas masyarakat dan modal sosial. Pendekatan partisipatif akan meningkatkan pengetahuan dari tiap stakeholders tentang kegiatan / aksi yang dilakukan oleh stakholders lain. Pengetahuan ini dan ditambah dengan peningkatan interaksi antar sesama stakeholders akan meningkatkan kepercayaan diantara para stakeholders dan memberikan kontribusi yang positif bagi peningkatan modal sosial.

Sedangkan kerugian yang mungkin muncul dari pendekatan partisipatif adalah:

  1. Proses partisipasi dapat digunakan untuk memanipulasi sejumlah besar warga masyarakat. Partisipasi secara sadar atau tidak sadar dapat merugikan kepada mereka yang terlibat jika: (a) para ahli yang melakukan proses ini memanipulasi partisipasi publik untuk kepentingannya, (b) jika tidak direncanakan secara hati-hati, partisipasi dapat menambah biaya dan waktu dari sebuah proyek tanpa ada jaminan bahwa partisipasi itu akan memberikan hasil yang nyata.
  2. Partisipasi dapat menyebabkan konflik. Proses partisipasi seringkali menyebabkan ketidakstabilan hubungan sosial politik yang ada dan menyebabkan konflik yang dapat mengancam terlaksananya proyek.
  3. Partisipasi dapat menjadi mahal dalam pengertian bahwa waktu dan biaya yang dikeluarkan dipersepsikan sebagai sesuatu yang mahal bagi masyarakat lokal. Pada wilayah-wilayah dimana di dalamnya terdapat ketidakadilan sosial, proses partisipasi akan dilihat sebagai sesuatu yang mewah dan pengeluaran-pengeluaran untuk proses itu tidak dapat dibenarkan ketika berhadapan dengan kemiskinan yang akut.
  4. Partisipasi dapat memperlemah (disempower) masyarakat. Jika proses partisipasi dimanipulasi, tidak dikembangkan dalam kerangka kerja institusional yang mendukung atau terjadi kekurangan sumber daya untuk penyelesaian atau keberlanjutan suatu proyek, maka partisipan dapat meninggalkan proses tersebut, kecewa karena hanya sedikit hasil yang diraih, padahal usaha yang dilakukan oleh masyarakat telah cukup besar.

Tipologi Partisipasi

Tipologi partisipasi menggambarkan derajat keterlibatan masyarakat dalam proses partisipasi yang didasarkan pada seberapa besar kekuasaan (power) yang dimiliki masyarakat dalam proses pengambilan keputusan. Kegunaan dari adanya tipologi partisipasi ini adalah: (a) untuk membantu memahami praktek dari proses pelibatan masyarakat, (b) untuk mengetahui sampai sejauh mana upaya peningkatan partisipasi masyarakat dan (c) untuk menilai dan mengevaluasi keberhasilan kinerja dari pihak-pihak yang melakukan pelibatan masyarakat.

Tipologi Tangga Partisipasi Arnstein (1969).

Sherry Arnstein adalah yang pertama kali mendefinisikan strategi partisipasi yang didasarkan pada distribusi kekuasaan antara masyarakat (komunitas) dengan badan pemerintah (agency). Dengan pernyataannya bahwa partisipasi masyarakat identik dengan kekuasaan masyarakat (citizen partisipation is citizen power), Arnstein menggunakan metafora tangga partisipasi dimana tiap anak tangga mewakili strategi partisipasi yang berbeda yang didasarkan pada distribusi kekuasaan.

Tangga partisipasi menurut Arnstein (1969)

Tangga partisipasi menurut Arnstein (1969)

Tangga terbawah merepresentasikan kondisi tanpa partisipasi (non participation), meliputi: (1) manipulasi (manipulation) dan (2) terapi (therapy). Kemudian diikuti dengan tangga (3) menginformasikan (informing), (4) konsultasi (consultation), dan (5) penentraman (placation), dimana ketiga tangga itu digambarkan sebagai tingkatan tokenisme (degree of tokenism). Tokenisme dapat diartikan sebagai kebijakan sekadarnya, berupa upaya superfisial (dangkal, pada permukaan) atau tindakan simbolis dalam pencapaian suatu tujuan. Jadi sekadar menggugurkan kewajiban belaka dan bukannya usaha sungguh-sungguh untuk melibatkan masyarakat secara bermakna. Tangga selanjutnya adalah (6) kemitraan (partnership), (7) pendelegasian wewenang / kekuasaan (delegated power), dan (8) pengendalian masyarakat (citizen control). Tiga tangga terakhir ini menggambarkan perubahan dalam keseimbangan kekuasaan yang oleh Arnstein dianggap sebagai bentuk sesungguhnya dari partisipasi masyarakat.

1. Manipulasi (manipulation). Pada tangga partisipasi ini bisa diartikan relatif tidak ada komunikasi apalagi dialog; tujuan sebenarnya bukan untuk melibatkan masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan program tapi untuk mendidik atau ”menyembuhkan” partisipan (masyarakat tidak tahu sama sekali terhadap tujuan, tapi hadir dalam forum).

2. Terapi (therapy). Pada level ini telah ada komunikasi namun bersifat terbatas. Inisiatif datang dari pemerintah dan hanya satu arah.
Tangga ketiga, keempat dan kelima dikategorikan sebagai derajat tokenisme dimana peran serta masyarakat diberikan kesempatan untuk berpendapat dan didengar pendapatnya, tapi mereka tidak memiliki kemampuan untuk mendapatkan jaminan bahwa pandangan mereka akan dipertimbangkan oleh pemegang keputusan. Peran serta pada jenjang ini memiliki kemungkinan yang sangat kecil untuk menghasilkan perubahan dalam masyarakat.

3. Informasi (information). Pada jenjang ini komunikasi sudah mulai banyak terjadi tapi masih bersifat satu arah dan tidak ada sarana timbal balik. Informasi telah diberikan kepada masyarakat tetapi masyarakat tidak diberikan kesempatan melakukan tangapan balik (feed back).

4. Konsultasi (consultation). Pada tangga partisipasi ini komunikasi telah bersifat dua arah, tapi masih bersifat partisipasi yang ritual. Sudah ada penjaringan aspirasi, telah ada aturan pengajuan usulan, telah ada harapan bahwa aspirasi masyarakat akan didengarkan, tapi belum ada jaminan apakah aspirasi tersebut akan dilaksanakan ataupun perubahan akan terjadi.

5. Penentraman (placation). Pada level ini komunikasi telah berjalan baik dan sudah ada negosiasi antara masyarakat dan pemerintah. Masyarakat dipersilahkan untuk memberikan saran atau merencanakan usulan kegiatan. Namun pemerintah tetap menahan kewenangan untuk menilai kelayakan dan keberadaan usulan tersebut.

Tiga tangga teratas dikategorikan sebagai bentuk yang sesungguhnya dari partisipasi dimana masyarakat memiliki pengaruh dalam proses pengambilan keputusan.

6. Kemitraan (partnership). Pada tangga partisipasi ini, pemerintah dan masyarakat merupakan mitra sejajar. Kekuasaan telah diberikan dan telah ada negosiasi antara masyarakat dan pemegang kekuasaan, baik dalam hal perencanaan, pelaksanaan, maupun monitoring dan evaluasi. Kepada masyarakat yang selama ini tidak memiliki akses untuk proses pengambilan keputusan diberikan kesempatan untuk bernegosiasiai dan melakukan kesepakatan.

7. Pendelegasian kekuasaan (delegated power). Ini berarti bahwa pemerintah memberikan kewenangan kepada masyarakat untuk mengurus sendiri beberapa kepentingannya, mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi, sehingga masyarakat memiliki kekuasaan yang jelas dan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap keberhasilan program.

8. Pengendalian warga (citizen control). Dalam tangga partisipasi ini, masyarakat sepenuhnya mengelola berbagai kegiatan untuk kepentingannya sendiri, yang disepakati bersama, dan tanpa campur tangan pemerintah.

18 Komentar »

  1. itulo dalam tangga partisipasi arnstein, coba diperhatikan, mungkin kita akan mengalami kesulitan jika harus memberikan kriteria ukur pertangga itu, . misalnya kalau kita mau mengukur sudah sampai pada tangga keberapa partisipasi masyarakat di keluarhan anu, tentunya kita akan membuat daftar pertanyaan, ketika kita mendapat jawaban, langsung dapat ditentukan bahwa masyarakat sudah ada pada tangga sekian,…. gimana caranya ya membuat ukurannya itu, . atau saya bisa bertanya begini, faktor-faktor yang digunakan untuk mengukur setiap tangga partisipasi arnstein. terima kasih

    Komentar oleh zainuddin saenong — Maret 31, 2010 @ 9:06 am

  2. tulisan yang baik

    Komentar oleh marmanan — Maret 31, 2010 @ 9:46 am

  3. bisa minta sumbernya nggak, biar bisa dijadikan referensi terutama untuk manfaat partisipasi masyarakat itu sumbernya thomson?

    Komentar oleh wija — Mei 31, 2010 @ 10:08 am

  4. untuk Zainuddin Saenong, mungkin yang anda maksud itu adalah Q analysis. cara yang mudah adalah googling 🙂

    Komentar oleh ijal — September 10, 2010 @ 8:55 pm

  5. makasih yah bwt bahannya…

    Komentar oleh Anonim — Januari 25, 2011 @ 8:47 pm

  6. Makasih atas materinya,,pengetahuannya jd nambah nih..

    Komentar oleh Pratiwi — April 8, 2011 @ 2:00 pm

  7. thanks….
    isinya sgat jelas buat saya

    Komentar oleh Nina Nirmala — September 7, 2011 @ 4:13 pm

  8. makasi yah,,aq bsa jasiin ni referensi buat tugasku:)

    Komentar oleh Anonim — Oktober 7, 2011 @ 5:32 pm

  9. makasi y,,,membantu banged buat referensi tgasku…

    Komentar oleh Anonim — Oktober 7, 2011 @ 5:35 pm

  10. Sebenarnya sy udah baca tulisan Arnstein (1969), tapi lebih “nyaman” tulisan ini.Makasih …………

    Komentar oleh Sri Antiningsih — November 1, 2011 @ 2:20 am

  11. iya betul sekali kita dalam perencanaan harus mendengarkan/menerima berbagai macam masukan dari masyarakat dalam program pembagunan karena, karena masyarakat adalah peran utama pembangunan Bansa dan negara

    Komentar oleh Anonim — Mei 1, 2012 @ 3:03 pm

  12. mkasih ea referensinya membantu banged buat tugas q,
    tapi q masih cri partisipasi dalam implementasi itu apa? bentuk2nya mungkin
    bisa bantu gak
    mkasih

    Komentar oleh Anonim — Februari 18, 2013 @ 3:47 pm

  13. tahun posting sama dapus mana??/

    Komentar oleh Anonim — Oktober 18, 2013 @ 2:39 pm

  14. thank you bro ,ini sudah membantu saya,,,

    Komentar oleh Anonim — Oktober 20, 2013 @ 1:02 pm

  15. bisa mintak hasil ukur ap yang di pakek untuk teori partisipasi mis,,aktif pasif berapa nilainya,baik buruk brapa ??

    Komentar oleh Anonim — Januari 11, 2014 @ 9:57 am

  16. Akan lebih jelas….bila membaca tulisan yang berjudul “Penguatan Peran Masyarakat Sipil Dalam Mengurangi Distorsi Perencanaan Tahunan Pembangunan Daerah di Kabupaten Sumbawa”…..

    Komentar oleh iskandarde — Februari 26, 2014 @ 8:28 pm

  17. sangat lengkap, dan terimakasih.

    Komentar oleh berita terkini — April 21, 2014 @ 7:17 pm

  18. lengkap bgt, makasih

    Komentar oleh antinia ayunita pratiwi — September 6, 2014 @ 2:27 pm


RSS feed for comments on this post. TrackBack URI

Tinggalkan komentar

Blog di WordPress.com.